Month: July 2020

Sejarah Musik Township Di Afrika

Sejarah Musik Township Di Afrika – Penelusuran musik modern (Jazz, Rock dan Blues) pada akhirnya akan bersentuhan dengan ritmis tanah afrika. Namun eksistensi minor afrika dalam arus utama kebudayaan dunia menjadikan pengetahuan tentang benua ini sangat terbatas. Termasuk pengetahuan tentang musik, khususnya Afrika Selatan, yang gaungnya hanya diwakili oleh segelintir musisi seperti Miriam Makeba dan Hugh Masekela (atau sesekali diangkat dalam panggung amal anti rasisme).

 Alhasil, musik rakyat yang menjadi jiwa bagi Afrika luput begitu saja dari perhatian masyarakatnya, sedangkan fungsi musik bagi masyarakat Afrika bukan sekedar untuk hiburan semata tapi sebuah pernyataan identitas juga ekspresi spiritualitas. Salah satu geliat musik Afrika Selatan kemudian dikenal dengan sebutan Township Music. Coplan (2007) menyebutnya sebagai: ritme yang lahir di bawah todongan senjata rejim apartheid. Namun ketika ditelusur lebih jauh, Musik Township memiliki pijakan pada penghormatan atas Ubuntu, Ubunye dan Amandla, kepercayaan yang mengatur ritme sosial masyarakat Afrika Selatan. sbobet88

Skena musik di Afrika Selatan bersinggungan dengan sejarah kolonialisme. Semakin berkembangnya koloni pada awal tahun 1920an membawa serta memori budaya dari Eropa–sehingga selain gereja, dibangun pula teater pertunjukan dan pub lengkap dengan musisi Jazz-nya. Para musisi, penari, komedian juga aktor menjadi bagian dalam pengadopsian budaya vaudeville di Afrika Selatan. Musisi dan aktor tampil secara eksklusif di teater-teater Johannesburg dan pertunjukkan musik menjelma menjadi simbol status sosial yang hanya dapat dinikmati golongan elit (Rycroft, 1958). Pola elitist ini bertahan selama masa perang dunia, namun pada tahun 1976, sebuah gerakan pelajar (The Soweto Uprising) berhasil menyuarakan kembali nyanyian rakyat yang telah lama dibungkam. Soweto adalah singkatan dari South Western Townships, sebuah wilayah yang diperuntukkan bagi kulit hitam di Johannesburg. Gerakan massa ini berhasil menghentak dunia dan mendorong pada penetapan sangsi ekonomi atas rejim apartheid Afrika Selatan. Sejarah mencatat bahwa sejak The Soweto Uprising, butuh dua dekade lagi bagi Afrika Selatan untuk menghancurkan tembok apartheid. Namun tahun 1976 memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Suweto yang berhasil menggapai sebuah kebebasan lain yang setara dengan kebebasan politik: yaitu kebebasan bermusik.

Sejarah Musik Township Di Afrika

The Soweto Uprising berhasil merobohkan tembok-tembok teater elit dan membawa kembali musik ke tengah-tengah rakyat. Coplan dalam Township Tonight! (2007) menggambarkan bahwa paska insiden tersebut jalanan Soweto berubah menjadi pesta musik setiap malamnya. Coplan mengungkapkan: “Well, who could resist a place where people of all races carousing all night was considered a political victory; and playing illegally, as it was then, with an African band (Malombo Jazz) in an African township hall, produced not a single police report from the dozens of informers who must have been present. The gun against the drum, and the drum won: that was heart-thumping fun”. Pada pesta-perta musik illegal inilah hadir sederet musisi dengan rentang genre yang beragam–Rea Gale, Jikale Ewameni, Goli Kwela, Mkatakata, adalah beberapa diantaranya.

Secara harfiah, township dapat diartikan tempat penghubung antara satu kota dengan desa-desa di sekitarnya. Di Afrika Selatan, township merupakan sebuah wilayah tempat tinggal khusus bagi keturunan Afrika atau immigran dari India atau Melayu (yang semuanya dipukul rata: kulit hitam). Adapun dalam konteks musik, township merupakan metafora atas sebuah rute penghubung antara musik tradisi dengan musik modern. Para musisi Soweto sadar akan kegamangan identitas musik yang melanda Afrika Selatan. Di satu sisi, musik di Afrika telah banyak terpengaruh dan mengadopsi dengan sangat baik musik dari dataran Eropa juga Amerika (disini Afrika berhadapan dengan ironi karena mereka mengenal Jazz, Rock dan Blues dari selera bawaan para kolonial yang bermukim di sana–padahal, jiwa dari ritme tersebut berasal dari Afrika yang dipaksa menyebrangi atlantik dalam belenggu perbudakan). Di sisi lain, terdapat keinginan untuk kembali ke musik tradisi Afrika dengan menghidupkan kembali ritme-ritme ndunduma juga irama marabi (salah satu vokal-instumental tradisional Zulu) atau tula n’divile yang merupakan melodi khas Xhosa. Paduan kedua persepsi musik inilah yang menjadi dasar musikalitas township, sekaligus menjadi akar kegamangan identitas musik Afrika Selatan.

Kegamangan township terjadi ketika akar (musik) telah tercerabut sedangkan mimpi belum tercapai. Kondisi ini menjadi penjelas akan musikalitas para musisinya yang cenderung eksperimental dan multigenre. The Teen Troubadours dan Diepkloof Ekhaya bereksperimen pada alur jazz, Thomas Mabileza mencoba harmonisasi marabi dengan pop Tin Pan Alley, terdapat pula Nancy Jacobs and Her Sisters yang menggabungkan gaya vokal Zulu, Sotho dan Tsotsitaal. Dalam township tidak ada aturan baku, tidak ada konduktor, tidak ada pemisahan. Beberapa memang menyanyikan lagu perlawanan, namun tidak sedikit yang bernyanyi tentang cerita kehidupan pada umumnya (bahkan ada yang hanya bersenandung). Terdapat pula istilah lain yang melekat bagi musik township, yaitu dislokasie (dislocation), sebuah metafora yang menandakan bahwa musik yang mereka mainkan adalah musik antah berantah: belum mampu menggapai kembali pijakan masa lalu, pun belum mencapai bentuk ideal. Dalam pandangan Durand (1970): Townships represent a type of in-between culture, or even embody the schizophrenia of an in-between experience.

Terlepas dari kegamangan identitas, interaksi sosial memiliki peranan penting dalam skena township. Musik adalah ritme kehidupan–bahkan pijakan estetis bagi masyarakat tradisional Zulu dan Sotho. Musik juga bersinggungan dengan pemujaan tiga kepercayaan utama: Ubuntu, Ubunye dan Amandla.

Sejarah Musik Township Di Afrika

Guardini (1970) mengungkapkan, bahwa bagi masyarakat tradisional Afrika, pemahaman akan sekitar, juga pemahaman akan orang lain didapat melalui gerakan (tarian). Dalam pandangan masyakatat Zulu dan Sotho, tarian adalah upaya mengungkap realitas, dan musik berperan penting sebagai stimulan gerak. Dalam pesta-pesta township, Ubuntu (saya ada karena orang lain), Ubunye (integrasi kehidupan) dan Amandla (energi kehidupan)–mewujud dalam tarian komunal.

Spiritualitas inilah yang membedakan township dari musik Afrika lain yang dipajang di etalase industri musik. Jika dapat diungkapkan dalam kata-kata, rasanya musik townships tidaklah menghardik layaknya musik protes, tidak membawa kepedihan layaknya blues atau kesenduan layaknya jazz, mereka hanya asik dengan keakraban mereka sendiri.

Ciri khas musik Afrika itu sendiri pada umumnya terdapat pada Komponen musikal, Bentuk (Form), Struktur Ritmik (Rhythmic Structure), Tekstur, Polyphony, Teks/Lirik, Pengulangan, Hocketing, Panggilan/ respon, dan Jenis alat musiknya.

1. Komponen Musikal

Meskipun keragaman mereka, bentuk musik tradisional Afrika berbagi beberapa lirik umum. Penekanannya ditempatkan lebih kuat padaritme dari pada melodi dan harmoni.

2. Bentuk (Form)

Bentuk yang paling sering digunakan dalam tradisi musik Afrika terdiri dari penggunaan ostinato, atau berulang-ulang frase musik pendek dengan iringan pola melodi ritmik. Misalnya, dalam bentuk panggilan dan respon, seorang pemimpin biasanya menyanyikan frase dengan paduansuara menyanyikan kembali tanggapan. Dua atau lebih melodi dapat dikombinasikan untuk membentuk formasi sentional yang lebih besar.

3. Struktur Ritmik (Rhythmic Structure)

Rhythm adalah karakteristik yang paling membedakan dari tradisi musik Afrika. Empat elemen dasar mengkarakterisasi struktur ritmis Afrika. Mereka adalah basis yang sama, pengaturan waktu metrik, prinsip pengorganisasian tertentu pemersatu keragaman pola ritmis simultan bersama-sama, dan titik awal yang tepat untuk pengelompokan berirama.

4. Tekstur (Texture)

musik Afrika, dari sifat komunal masyarakat Afrika, ditandai dengan terdengar simultan dari dua atau lebih pitches. Melody dan irama yang terjalin dalam struktur padat ini berbagai kombinasi instrumental danmetrik. perangkat hias, baik vokal atau instrumental, biasanya digunakan untuk membuat lapisan tambahan, memberikan kepadatan lebih kaya dengan tekstur. Fitur lain yang penting dari musik Afrika adalah gerakan yang terkait atau perkusi tubuh, seperti tepukan tangan, kaki stamping, dan tari. gerakan tubuh sangat didorong oleh jenis musik ini.

5. Teks / lirik

musik Afrika sering digunakan untuk mengirimkan pesan dan gagasan dan untuk merekam dan menceritakan peristiwa sejarah.

6. Polyphony

Komposisi musik Afrika mempekerjakan polifoni. Polyphony didefinisikan sebagai komposisi yang beragam, setara bersamaan terdengar dan berirama independen. Salam komposisi seperti itu, melodi yang berasal diberikan lebih penting daripada harmoni yang dihasilkan.

7. Pengulangan (Repetition)

Sebagian besar komposisi Afrika didasarkan pada pengulangan unit musik. Hal itu adalah bahwa pengulangan yang memegang bersama- sama unit musik lainnya dari komposisi. Ini satuan yang terstruktur dengan kebebasan yang besar relatif terhadap unit pertama, memproduksi polaritmis mereka sendiri yang bertepatan hanya kadang!kadang denganyang dari unit lain dan dengan pulsa dasar.

8. Panggilan dan respon

Panggilan dan respon adalah bentuk komposisi musik dimana vokalis atau instrumentalis akan menyanyi atau bermain frase dan vokalis lain atau instrumentalis akan menjawab dengan kalimat lain menciptakan pertukaran yang hidup.

9. Hocketing

Mengantongi adalah berbagi garis ritmis atau melodi antara dua ataulebih pemain, satu bagian istirahat sementara bagian lainnya melakukan  permainan. Elemen penting dari integrasi hocketing adalah bekerja sama dan saling bagian.

10. Alat-Alat Musik

Selain menggunakan suara, yang telah dikembangkan untuk menggunakan berbagai teknik seperti melisma kompleks dan bernyanyi model, berbagai alat musik yang digunakan dalam musik Afrika. Contohnya alat musik perkusi, Idiophones dan Membraphones


Beragam Jenis Biola Di Afrika

Beragam Jenis Biola Di Afrika – Biola termasuk dalam jajaran Alat musik minoritas dengan persentase sebesar 3% dari total populasi alat musik yang dimainkan. Drum Afrika dan khususnya djembe jauh lebih umum. Jadi, bagaimana Anda memainkan biola di Afrika? Apa yang istimewa dengan permainan biola dalam musik Afrika? Dalam artikel ini, kita akan melihat sejarah biola di Afrika, alat musik yang berhubungan dengan biola di Afrika, serta tempat-tempat di Afrika yang bisa Anda masuki untuk belajar musik dan memainkan biola.

Meskipun keluarga biola (termasuk cello, fiddle, viola, dan lain-lain) tidak berasal dari Afrika, ada alat musik serupa di benua ini yang telah ada sejak abad ke-5 di beberapa wilayah tertentu. Sebagian besar alat musik dawai dimainkan dengan bow atau dipetik. Selain itu, meskipun biola tidak tersebar luas, ada banyak alat musik serupa di Afrika.

Jadi, alat musik yang mirip dengan biola tidak terlalu sulit ditemukan di negara-negara Afrika. sbobet

-Di Afrika Barat, Anda bisa menemukan riti, alat musik dengan hanya satu senar yang menghasilkan suara bernada tinggi dan dimainkan dengan bow.

-N’goni atau ngoni dari Afrika Barat adalah perpaduan antara gitar dan biola.

Beragam Jenis Biola Di Afrika

-Di Afrika Timur, ada ennanga, alat musik berbentuk harpa dengan kotak suara berbentuk oval.

Guembri adalah alat musik yang populer di Afrika Utara, terutama di kalangan penduduk Berber dan Tuareg.

-Di Afrika Timur dan Kenya, ada alat musik orutu yang sangat mirip dengan biola karena menyerupai vielle lama.

-Di Afrika Tengah, ada n’gombi yang merupakan perpaduan antara harpa dan biola.

-Kabosy, alat musik berbentuk gitar yang sangat populer di Madagaskar.

Tahukah Anda bahwa ada lebih dari 400 jenis alat musik dawai yang telah ditemukan di Afrika? Apa saja adat istiadat setempat yang berkaitan dengan biola dan alat musik sejenis? Alat musik seperti kundi dan seto (dari Afrika Tengah), sintir (dari Guinea), dan krar (Afrika Sub-Sahara) juga banyak dimainkan. Sebagian besar alat musik gesek ini digunakan dalam musik daerah dan adat istiadat setempat.

Biola dan Alat Musik Dawai di seluruh Afrika

Seperti yang kami katakan sebelumnya, violin concerti tidak tersebar luas di Afrika.Selain itu, konsep musik klasik, orkestra simfoni, dan kuartet gesek relatif baru di benua ini dan alat musik yang digunakan juga tidak terlalu menyatu dengan musik Afrika lokal.

Afrika Utara, Tempat Biola adalah Raja

Biola masuk ke wilayah ini sekitar abad ke-19 dan dengan cepat diadopsi ke dalam budaya Arab. Namun, biola dimainkan di lantai sambil berdiri bukannya dengan sandaran bahu dan sandaran dagu.

ahukah Anda bahwa ada kesepakatan antara negara-negara Afrika Utara yang disebut Sol-Re-Sol-Re Accord? Cara ini memungkinkan pemain biola untuk duduk sambil bermain sambil duduk dan membantu menciptakan musik nouba. Pada abad ke-20 dan ke-21, tren ini berubah dan pemain biola Afrika Utara mulai mengadopsi postur Eropa tradisional dengan meletakkan biola di bawah dagu menggunakan sandaran dagu dan sandaran bahu dalam beberapa kasus. Akibatnya, Afrika Utara memiliki populasi pemain biola yang paling banyak di Afrika.

Alat Musik Dawai Asli di Afrika Barat

Ada banyak alat musik dawai yang mirip dengan biola di Afrika Barat. Namun, biola tidak banyak dimainkan. Orang-orang di beberapa negara seperti Senegal yang berbahasa Prancis memainkan biola di beberapa sekolah musik. Namun dalam adat istiadat setempat, alat musik perkusi jauh lebih umum daripada alat musik dawai. Anda akan lebih sering mendengar drum tradisional daripada bunyi senar biola.

Daerah Afrika yang Lain

Secara umum, Afrika adalah benua yang didominasi oleh alat musik perkusi dan memiliki berbagai jenis drum yang digunakan dalam musik tradisional. Tidak ada banyak lembaga pendidikan yang menawarkan pembelajaran biola, kecuali Afrika Selatan. Lagi pula, orkestra simfoni dan musik orkestra tidak terlalu cocok dengan repertoar tradisional Afrika.

Beragam Jenis Biola Di Afrika

Di mana Tempat Belajar Memainkan Violin di Afrika?

Budaya musik Afrika bersifat turun temurun dan diturunkan dari generasi ke generasi baik melalui anggota keluarga maupun musisi desa. Sebagai hasil dari budaya musik ini, hanya ada sedikit pendirian lembaga pendidikan musik dan bahkan lebih sedikit lagi yang menawarkan pembelajaran biola. Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, Anda akan lebih mudah menjumpai biola di Afrika Utara karena di daerah ini, biola lebih sering dimainkan.

Namun, ada beberapa tempat yang bisa Anda masuki untuk belajar memainkan biola:

-National Institute Supérieur De Musique, Casbah, Aljazair

-Conservatoire National De Musique Et De Danse, Rabat, Agadir, or Tetouan, Maroko

-Music School of Eastern Africa, Kisumu, Kenya

-National Center Musique Des Arts Populaires, Tunis, Tunisia

-Cairo Conservatoire, Mesir

Ada juga lembaga dan sekolah swasta di Afrika tempat Anda bisa belajar memainkan biola:

-Dakar Music School, Senegal

-Yared School of Music, Ethiopia

-Music Fund menyediakan pendidikan musik di Brazzaville, Republik Demokratik Kongo

-South African College of Music, Afrika Selatan

Di tempat-tempat tersebut, Anda bisa mempelajari teori musik, cara memegang alat musik, dan mempelajari teknik biola klasik dan teknik biola lokal dengan fokus.Setiap etnis memiliki alat musik, suara, dan budaya musiknya sendiri.Anda juga bisa belajar tentang berbagai keluarga alat musik biola, cara membaca musik biola, dan teknik biola kuno. Terkadang, Anda bisa mendapatkan pendidikan khusus yang berfokus pada aspek budaya biola. Secara umum, hanya ada sedikit lembaga pendidikan yang menawarkan pendidikan tinggi dan pembelajaran biola di benua ini dan kurang dari 10% dari total pemain biola pendatang dalam Kompetisi Internasional Yehudi Menuhin untuk Pemain Violin Muda yang berasal Afrika. Oleh karena itu, bukan berarti tidak ada pemain violin terkenal di Afrika.

Pemain Biola Terkenal dari Afrika

Sementara para pemain biola dari Eropa seperti Vivaldi, Beethoven, dan Mozart merupakan orang pertama yang menyebutkan, ada juga banyak warisan musik di Afrika. Sama seperti para musisi hebat, mereka memainkan musik kamar (chamber music) serta diajari biola sejak muda. Ada anak-anak ajaib (child prodigy) dan musisi yang sangat suka dengan alat musik dawai seperti yang bisa Anda jumpai di tempat lain di dunia.

-Joseph Antonio Emidy. Dilahirkan pada tahun 1775, pemain biola Afrika ini adalah seorang budak sebelum ia menjadi terkenal di Inggris. Karya musiknya menjadi bagian dari UNESCO Emidy Project.

-Adama Dembélé.Pemain biola terkenal yang satu ini lahir di Burkina Faso. Dia lahir di tengah keluarga penyair dan raconteur (pendongen atau orang yang pandai bercerita), profesi yang umum dalam budaya Afrika.Dia juga memainkan sokou, yakni sebuah alat musik petik tradisional.

-Monia Rizkallah.Musisi Maroko ini dengan cepat memperkuat hasrat untuk memainkan biola dan dia sekarang bermain dalam pertunjukan orkestra simfoni di seluruh dunia.Meskipun ia jarang kembali ke Maroko, ia pernah mengadakan konser di sana.

-Jasser Haj Youssef.Sebagai satu-satunya pemain biola yang memainkan viola d’amore, dia adalah salah satunya pemain biola terbesar di masanya. Berasal dari Tunisia, ia menghadiri konservatorium sejak usia 8 tahun dan berpengalaman dalam setiap seluk-beluk biola simfonik. Sekarang, dia adalah seorang komposer dan penampil permainan biola.

-Issa Mbaye Diarry Sow. Meskipun terkenal di seluruh Eropa, dia justru tidak banyak dikenal di negaranya sendiri, Senegal. Perjalanan karier pemain biola yang satu ini sangat luar biasa. Abdo Dagher. Seorang virtuoso yang berasal dari Mesir ini dianggap sebagai legenda hidup oleh banyak orang. Dilahirkan pada tahun 1936, dia bermain di beberapa orkestra Arab, termasuk Umm Kalthumm.

-Kyla-Rose Smith. Pemain biola muda asal Afrika Selatan ini lahir pada tahun 1982 dan berlatih biola klasik. Dia memainkan biola bersama Shakira pada perhelatan Piala Dunia. Apakah Anda tertarik untuk memainkan biola? Sebagai salah satu alat musik yang paling diagungkan, biola dengan sempurna melengkapi teknik musik lokal yang otentik.


Paduan Suara Beranggotakan Gay Di Afrika

Paduan Suara Beranggotakan Gay Di Afrika – Ada sebuah kisah tentang para lelaki gay yang berkumpul bersama untuk bernyanyi dalam paduan suara. Didirikan pada tahun 1978, San Francisco Gay Men’s Chorus yang terkenal sebagai paduan suara gay pertama di dunia.

Paduan suara ini adalah dasar untuk mengekspresikan diri dan pemberdayaan untuk komunitas yang sering dikesampingkan dan kesempatan bagi lelaki gay tampil secara terbuka, sebagai diri mereka sendiri.

Mzansi Gay Choir secara teratur menampilkan materi orisinal dan anggotanya menggunakan platform musik mereka untuk melakukan gerakan perubahan. Dalam acara ulang tahun pertama paduan suara ini untuk mendengar penyelarasan ahli mereka dan bagaimana mereka bekerja untuk memecah prasangka terhadap orang-orang LGBT melalui musik. “Let us not fight about this” kata Matthews Motsoeneng, asisten manajer paduan suara. “Let us just make peace.” http://www.realworldevaluation.org/

Paduan Suara Beranggotakan Gay Di Afrika

BGMC dan Mzansi Gay Choir akan bernyanyi bersama di Soweto Theatre di Johannesburg pada 15 Juni. Konser ini akan menguntungkan Program Pemuda Kliptown.

Di seluruh dunia, Paduan Suara Mzansi Gay adalah salah satu dari ratusan paduan suara pria gay yang menginspirasi penonton dan menunjukkan kepada dunia seperti apa penampilan dan suara LGBTQ.

Kini, Afrika Selatan melanjutkan tradisi dengan membentuk Mzansi Gay Choir.

Didirikan pada tahun 2016 oleh pendiri Feather Awards, Thami Kotlolo dan dilatih oleh Brenda Mtambo, paduan suara beranggotakan lelaki berusia dua puluhan ini bertujuan untuk memamerkan keterampilan vokal anggota komunitas gay.

Di balik lagu-lagunya, ada juga pesan untuk mempromosikan penegasan dan penerimaan diri serta merayakan keberagaman di kalangan pria gay, termasuk berbagai ekspresi maskulin dan feminin mereka.

Saat mengobrol dengan anggota paduan suara, jelas mereka bukan hanya penyanyi berbakat yang suka tampil, tapi mereka juga sebagai aktivis yang penuh gairah untuk menegakkan kesetaraan LGBT.

“Kami tidak memiliki banyak panutan gay di dalam industri ini,” kata Dominik Roman (21) yang telah bernyanyi dalam paduan suara sejak usia sembilan tahun, “dan Mzansi Gay Choir akan memperlihatkan penonton sejumlah besar orang yang melanggar stereotip. Sebagian besar dari kami hanya memiliki tiga kesamaan; Bernyanyi, kami gay dan aktivis. “

Hanya dalam waktu singkat, Mzansi Gay Choir telah menghibur semakin banyak penonton, dengan pertunjukan untuk Feather Awards, kampanye Hari AIDS Sedunia di Gauteng, kampanye Ntirisano dan perayaan Hari Perempuan Nasional.

Bulan lalu paduan suara melakukan konser di Bassline di Newtown, di samping Brenda Mtambo, Kelly Khumalo, Wonder Baloyi dan Amstel. Mereka juga membuat penampilan  di acara TV seperti Mzansi Insider, Selimathunzi, Morning Live dan WTFTumi.

Paduan Suara Beranggotakan Gay Di Afrika

Mathews Motsoeneng adalah salah satu anggota pendiri. Musisi berusia 25 tahun dari Free State memutuskan untuk bergabung dengan paduan suara karena dia juga melihat dirinya sebagai seorang aktivis.

“Saya selalu suka mengucapkan kata-kata saya di luar sana. Dan satu-satunya cara saya tahu untuk melakukannya adalah dengan bernyanyi, “katanya. “Dan kita lebih baik bersama sebagai tim daripadakita berjuang sendiri. Mengapa tidak bekerjasama dengan orang-orang yang ingin melakukannya dan menyebarkan pesan-pesan di luar sana? “

Paduan suara adalah sebuah kesempatan, katanya, bagi lelaki gay untuk menyanyi tentang pengalaman dan perjalanan mereka, “tanpa stigma – dan ini menyenangkan!”

Repertoar paduan suara itu optimis dan memberdayakan, yang tidak hanya terdiri dari lagu-lagu populer seperti Lebo Mathosa, Lady Gaga, Brenda Fassie, Sipho “Hotstix” Mabuse dan Michael Jackson, tapi juga karya asli mereka sendiri.

“Kami ingin tetap memilih lagu ‘Mzanzi’, kami bangga dan kami menyanyikannya dengan cinta,” kata Dominik Roman. “Kami sering menyanyikan lagu lama yang memiliki pesan, seperti lagu Aretha Franklin dari tahun 80an, A Deeper Love.”

Mathews Motsoeneng, yang pernah mengikuti pelatihan vokal klasik, pada awalnya merasa sulit menyesuaikan diri dengan sensibilitas pop yang lebih banyak di paduan suara .

“Hei, itu cukup sulit. Saya tidak ingin berbohong. Tapi proses penyesuaian itu membuat saya tumbuh sebagai individu, “ungkapnya. “Sekarang, saya tahu bagaimana cara mencampur vibrasi suara klasik saya dengan suara Afro-pop saya. Karena ini saya akan menjadi seniman yang lebih baik. “

Mzansi Gay Choir telah merilis dua single; Let Me Be dan I’m On My Way. “Lagu yang kami tulis, lagu-lagu itu inspirasional. Kami adalah individu dan kami semua memiliki perjuangan kami dan kami ingin menyentuh orang-orang di luar sana, “kata Dominik Roman. Judul lagu mereka mengatakan itu semua.

“Kami menyebarkan sebuah pesan dan itu digunaan sebagai penerimaan diri. Ada anak kecil yang duduk di sana, seorang anak berusia 16 tahun yang mencoba memahami hidupnya dan kami berada di sana sebagai jalan keluar untuknya. Bisa juga seorang lelaki berusia 53 tahun yang masih menutup diri dengan orientasi seksualnya. Jika saya berusia delapan tahun dan saya memiliki sesuatu seperti ini untuk dicari, hal ini bisa mengatasi perasaan frustrasi saya. “

Menonton paduan suara beraksi sangat mengasyikkan. Pertunjukan mereka sangat kuat dan menggembirakan, sehingga penonton menjadi emosional dan menari

“Kami menyukai musik yang bisa membuat kepala kita muncul dan mengetuk kaki kita. Kami tetap bangga dan tidak pernah menyesal atas diri kami, “seru Dominikus Roman.

MathewsMotsoeneng menambahkan: “Kami juga ingin membantu membuka pintu bagi individu gay di industri hiburan dan media.” Paduan suara adalah kesempatan, katanya, bagi lelaki gay untuk menyanyikan tentang pengalaman dan perjalanan mereka, “tanpa stigma” .

Dia melanjutkan: “Kami hanya ingin mengatakan kepada orang-orang: jujur   kepada diri sendiri serta merasa nyaman dan bahagia dengan siapa diri Anda.”

“Kami telah menjadi wadah bagi orang lain untuk melampiaskan perasaan mereka. Sejak bergabung dengan paduan suara, saya telah menerima email dari begitu banyak orang yang mencari saran tentang cara bermanuver sebagai bagian dari komunitas LGBTIQ + dalam masyarakat seperti ini.

Ini adalah semua bukti yang kita butuhkan bahwa suar harapan semakin banyak dibutuhkan dan itulah yang kita inginkan, dengan setiap lagu yang kita nyanyikan, dengan setiap tahap yang kita huni – untuk mencapai Afrika Selatan yang lebih baik satu lagu pada suatu waktu , ”Kata Motsoeneng.

Kelompok ini juga menjadi tuan rumah konser penerima manfaat pertama Jumat lalu untuk menghormati sesama anggota paduan suara, Siyabonga Phandza, yang didiagnosis dengan penyakit ginjal tahap lima dan membutuhkan cuci darah tiga kali seminggu.

“Melalui konser ini, kami ingin membantu kami sendiri. Ini adalah cara kami untuk mengatakan ‘Siya harus hidup’ dan bahwa kami mendukungnya dan setiap orang lain yang membutuhkan dukungan.

Konser ini sangat penting bagi kami, ”jelas Motsoeneng.

Dan ketika ditanya apa yang ada di masa depan untuk MGC, Motsoeneng yang bersemangat mengatakan itu penuh “gemerlap dan berkilau, dengan lebih banyak proyek yang akan datang”.